Sayembara kembali dibuka pada 10-15 Mei 1960. Kali ini pesertanya mencapai 222 orang dengan 136 desain bangunan. Sayang, tak ada satu pun yang memenuhi keinginan Sukarno. Waktu itu arsitek lulusan Technische Hogeschool―kini Institut Teknologi Bandung―itu menginginkan bangunan tugu yang mencerminkan revolusi serta kepribadian dan cita-cita rakyat Indonesia.
"(Bangunan) yang mencerminkan hal yang bergerak, yang dinamis dalam satu bentuk daripada materi yang mati,” kata Sukarno waktu itu, seperti dikutip dalam buku Bung Karno Sang Arsitek karya Yuke Ardhiati.
Di hadapan peserta sayembara, Sukarno mengakui sulitnya mewujudkan ide itu dalam bentuk desain bangunan. Akhirnya, rancangan yang pernah diajukan Silaban diambil alih oleh Sukarno dan Raden Mas Soedarsono untuk dimodifikasi. Hasilnya, jadilah Tugu Monumen Nasional atau Monas seperti yang sekarang ini.
Tugu Monas mulai dibangun pada 17 Agustus 1961. Bangunan itu memiliki ketinggian 132 meter dengan bentuk menyerupai modifikasi artefak Lingga dan Yoni. Lingga merupakan simbol kejantanan seorang pria (phallus), dan Yoni sebagai simbol perempuan atau kesuburan.
Sukarno mendapat inspirasi tersebut dari artefak yang ada di Candi Sukuh di Karanganyar, Jawa Tengah. Dia menyebut Candi Sukuh merupakan salah satu monumen yang dibangun pada zaman Hindu. “Pada waktu itu, monumen-monumen itu pencerminan dari jiwa besar Indonesia,” ujar Sukarno dalam pidato saat peletakan batu pertama pembangunan Masjid Istiqlal, 24 Agustus 1961.
Arsitek Yuke Ardhiati menyebut karya-karya arsitektur Sukarno banyak menonjolkan sisi keindonesiaan. “Tentunya keindonesiaan pada zamannya,” ucapnya kepada Harian Detik, Senin pekan lalu. Di Tugu Monas, misalnya, semangat perjuangan Indonesia yang tak pernah padam dilambangkan dalam simbol api di puncaknya.
Advertisement
Misteri Lingga Yoni di Tugu Monas
|
Senin, 17 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar