Apa sebenarnya yang terjadi ? Jelas bunuh diri merupakan fenomena yang sangat kompleks yang melibatkan banyak faktor penyebab, termasuk faktor psikologis, biologis, sosio kultural.
Diperlukan analisis yang mendalam mengenai faktor faktor yang berperan dan diperlukan pengembangan program yang komprehensif untuk mencegah kejadian bunuh diri. Selama puluhan tahun masalah bunuh diri di Gunung Kidul ini telah menjadi bahan diskusi dan analisis. Seharusnya kejadian ini dapat ditekan serendah rendahnya.
Di masa lalu di kalangan masyarakat Gunung Kidul, terutama yang tinggal di pedesaan, ada mitos pulung gantung. Pulung artinya wahyu. Di waktu malam hari masyarakat sering melihat sinar merah yang bergerak di atas bukit yang kemudian akan turun di salah satu rumah penduduk. Banyak anggota masyarakat yang masih percaya bahwa penghuni rumah yang kejatuhan pulung gantung, dia ditakdirkan untuk meninggal dengan cara menggantung diri. Jika salah satu penghuni rumah tadi percaya akan mitos ini atau jiwanya dalam keadaan tidak stabil, maka dengan serta merta dia akan melakukan bunuh diri oleh karena percaya bahwa ini sudah menjadi takdirnya.
Jika warna sinar tadi kebiruan maka dipercaya bahwa yang kejatuhan akan mendapatkan wahyu, misalnya dapat lotere, kepilih PILKADA, dan sebagainya. Mitos ketiban wahyu (kejatuhan wahyu) yang ditandai dengan jatuhnya sinar dari angkasa di atap rumah memang dikenal dalam kepercayaan Jawa. Tetapi umumnya bersifat positip, tanpa membedakan warna sinarnya. Di Gunung Kidul, mitos ini agak lebih canggih, kalau warna biru kehijauan, wahyu positip. Kalau warna merah, suratan takdir untuk bunuh diri. Ya kalau mau percaya mitos sebenarnya nggak perlu yang canggih2. Terima saja apa adanya, apapun warna sinar yang jatuh, anggap itu wahyu.
Banyak kalangan yang juga menyangsikan fenomena pulung gantung ini sebagai penyebab bunuh diri. Dalam analisisnya seorang peneliti dari UGM menyimpulkan bahwa kasus kasus bunuh diri di Gunung Kidul lebih erat berkaitan dengan kemiskinan, kekeringan dan kesulitan hidup sehari hari. Kasus kasus bunuh diri lebih banyak terjadi di daerah daerah yang sangat kering, miskin dan sulit. Di tahun enam puluhan Gunung Kidul memang terkenal tandus dan rawan kelaparan. Tetapi perbaikan ekonomi selama beberapa tahun terakhir ternyata tak juga mampu mencegah kejadian bunuh diri. Masih banyak faktor psikologi dan psikiatrik yang tak membaik hanya semata mata dengan perbaikan ekonomi.
Apapun penyebabnya perlu dikembangkan program pencegahan. Sebagian besar pelaku bunuh diri juga menderita masalah psikiatrik depresi yang mudah dikenali oleh keluarga dan lingkungannya. Dan sebagian besar pelaku bunuh diri pernah menyatakan hasrat untuk bunuh diri atau menunjukkan gejala yang gampang dikenali sebelum melakukan bunuh diri. Orang orang seperti ini, juga termasuk yang percaya mitos pulung gantung tadi perlu mendapatkan pendampingan secara psikologis dari lingkungannya. Jika merasa kejatuhan pulung gantung, yang bersangkutan perlu diyakinkan bahwa itu adalah fenomena alam biasa dan tak menakdirkan yang bersangkutan untuk bunuh diri.
Pendidikan terhadap masyarakat akan kesehatan mental juga memegang peran penting, terutama untuk guru guru, jika target intervensinya adalah anak anak sekolah. Sering tindakan guru menyebabkan stress yang berlebihan pada anak didik. Banyak kebiasaan yang nggak pas sering dijumpai di kalangan masyarakat. Kalau ada anggota keluarga yang menderita depresi, sering cepat cepat dinikahkan supaya sembuh. Padahal dalam banyak hal, perkawinan kadang malah menambah depresi.
Advertisement
Misteri Pulung Gantung, Bunuh Diri Masyarakat Gunung Kidul
|
Selasa, 25 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar