Meskipun pada dasarnya areal ini merupakan tempat yang disakralkan karena merupakan komplek milik istana mataram yang digunakan sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi para kerabat istana. Mereka termasuk dari kalangan kasultanan Mangkubumi dan Kasunanan Pakualam di Yogyakarta, maupun dari kasunanan Solo. Untuk komplek pemakaman tetap menjadi kawasan sakral dengan ijin terbatas bagi para pengunjung untuk memenuhi persyaratan jika ingin berziarah.
Waktu yang diperuntukkan hanya diberikan pada hari-hari tertentu saja. Dengan menggunakan ijin khusus serta mengenakan pakaian adat yang dipersyaratkan maka mereka diperkenankan untuk berziarah ke kawasan inti. Namun bagi pengunjung biasa jika hanya ingin melihat suasana makam dan datang ke komplek ini tanpa harus datang ke komplek inti maka diperbolehkan setiap saat.
Pengunjung dapat datang ke lokasi ini dari Yogyakarta menggunakankan jalan dari arah terminal bis baru langsung lurus ke selatan. Jalan tersebut memang jalan ke arah Imogiri dengan rambu-rambu yang jelas. Setelah sampai di lokasi, pengunjung dari tempat parkir dapat berjalan kaki menuju komplek makam. Di sini pengunjung akan dikenakan tarif retribusi dari pihak pemda Bantul.
Tangga di komplek makam raja-raja mataram di Imogiri.
Pengunjung apabila ingin mengetahui berbagai kisah hendaknya menggunakan jasa pemandu lokal yang akan menceritakan berbagai hal seputar kompleks makam-makam raja tersebut. Selain itu juga tersedia beberapa penjaja yang menjual buku kisah kerajaan mataram yang salah satu isinya memuat detail komplek makam raja di Imogiri itu. Tetapi karena banyak pemandu yang terkesan mengikuti pengunjung terus sehingga sering jasa inilah yang kemudian digunakan. Memang sih pemandu ini banyak memberikan info menarik seputar makam dan sejarahnya.
Pemandu ini sebagian besar laki-laki bahkan ada yang sudah cukup berumur. Mereka menggunakan pakaian adat jawa berupa pakaian lurik dengan kain, dan tidak lupa mengenakan penutup kepala berupa blangkon. Dengan nuansa adat seperti itu mereka menawarkan jasa bagi para penziarah untuk menjadi guide selama di kawasan makam itu. Mereka memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang kondisi dan situasi makam yang ada. Banyak cerita sejarah yang mereka sampaikan mulai dari pendirian sejarah kerajaan mataram sampai cerita pemakaman masing-masing tokoh raja di lokasi itu. Pembagian komplek makam dan susunan makam pun mereka sampaikan dengan cukup detail.
Meskipun banyak hal yang disampaikan bahkan terkadang bercampur antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, mereka tetap setia menemani pengunjung. Terlebih saat dalam perjalanan menuju puncak bukit dimana lokasi makam berada. Bukit yang tinggi itu harus ditempuh dengan mendaki anak tangga yang berjumlah ratusan. Terkadang memang tangga cukup landai untuk memberi kesempatan istirahat bagi kaki, tetapi kebanyakan harus mendaki. Jika tidak terbiasa tentu akan merasa letih saat mendaki ini. Harus membawa bekal air atau makan kecil lainnya. Sebenarnya sih hal ini tidak begitu penting karena di lokasi itu ternyata juga banyak penjual makanan kecil dan minuman kaleng.
Pendakian anak tangga di lokasi makam ini memang memerlukan perjuangan tersendiri khususnya bagi yang belum terbiasa. Bagi orang kebanyakan, jalan melalui tangga ini akan menguras tenaga. Perjalanan bagi mereka mungkin bisa berlangsung lebih dari sepuluh menit untuk jalan sampai ke atas. Bahkan jika berlangsung dalam siang hari, meskipun lingkungan cukup teduh, tetapi akan membuat peluh bercucuran. Bagi yang tidak berniat, mungkin sebelum mendaki mungkin akan berpikir ulang dan kemudian membatalkan acara naik ke atas.
Sebenarnya ada jalan lain untuk naik ke atas bukit melalui jalan belakang. Jalan tersebut dapat digunakan dengan kendaraan bermotor, hanya saja biasanya tidak banyak orang luar yang tahu. Jalan ini biasa digunakan kalau ada pemakaman untuk membawa jenasah yang akan dimakamkan di komplek ini. Tentu saja bagi para pengunjung tidak ditunjukkan oleh para pemandu wisata untuk lewat jalan ini.
Jalan lewat naik tangga tinggi itulah yang selalu digunakan para pelancong ke Imogiri. Untuk mengatasi hal ini memang kemudian dimanfaatkan oleh penduduk lokal untuk berjualan minuman segar di atas. Akan tetapi bagi para pemandu diberi alternatif untuk mengusir rasa penat saat mendaki.
Langkah pertama seperti umumnya orang berjalan, tentunya adalah sering berhenti di beberapa tempat. Hal ini dapat ditandai dengan keberadaan lokasi tangga yang agak lapang dibandingkan anak tangga lainnya. Jadi pada lokasi itulah para pengunjung diajak untuk berhenti sejenak sambil memperpanjang nafas.
Langkah berikutnya adalah dengan mengatur jangan berjalan lurus ke atas, tetapi dengan jalan mengikuti alur diagonal. Dengan demikian tentunya memang langkah tidak diajak untuk cepat mendaki ke atas. Langkah akan terasa lebih ringan, karena seringkali kaki tidak dipaksa naik terus menerus, melainkan sering hanya mendatar saja pada satu anak tangga. Perlu diketahui lebar tangga yang ada di situ memang cukup lebar sekitar lima meter mungkin ada.
Meskipun di jalan ini disediakan pegangan tangan. Tetapi hal ini terdapat di sepanjang tepi pagar tembok jadi hanya di sebelah kanan kiri tangga saja. Saat mendaki itulah tidak menjadi masalah untuk tidak berpegangan, tetapi disarankan digunakan saat perjalanan pulang. Untuk jalan menurun, disarankan mengikuti tepi pagar karena di situ ada pegangan tangan. Jadi pengunjung dapat berhati-hati supaya tidak mudah jatuh.
Berjalan menaiki anak tangga menuju komplek makam.
Ternyata masih ada satu lagi langkah yang selalu dilakukan oleh para pemandu itu secara tidak langsung guna mengusir rasa lelah itu. Ternyata mereka dipancing perhatiannya untuk dialihkan pada hal lain yang mestinya menarik bagi pengunjung. Mereka diminta untuk menghitung jumlah anak tangga di perjalanan itu. Mulai dari anak tangga pertama saat berbelok kemudian sampai ujung di atas. Tentu saja mereka sudah punya kunci jawaban yang nantinya untuk dicocokkan dengan hasil perhitungan para pengunjung.
Bagi anak-anak dan remaja tentunya kesempatan ini mereka lakukan juga dengan asyik. Sambil berjalan naik maka akan menghitung satu per satu jumlah anak tangga yang mereka lalui tersebut. Saat beristirahat mereka akan mencocokkan satu dengan yang lainnya apakah sudah sesuai atau belum.
Pada saat awal perjalanan maka semangat menghitung anak tangga ini masih tinggi. Namun setelah pertengahan biasanya akan berkurang, namun tetap berkeingingan untuk menghitung terus. Semangat menghitung ini tentu berkurang karena rasa lelah dan juga penasaran karena kadang jumlah anak tangga yang dihitung dengan orang lain kadang sudah berbeda. Dengan adanya pengalihan fokus ke langkah menghitung anak tangga itu tentunya akan mengurangi rasa penat juga.
Jadi sebenarnya tidak penting kita dapat menghitung jumlah anak tangga itu. Baik benar ataupun tidak, tidak akan ada efeknya bagi pengunjung apakah doa yang dia panjatkan di makam ini nanti akan terkabul atau tidak. Apabila jumlah hitungannya tepat mungkin dia akan berharap akan dapat terkabul permintaannya. Hal ini sekali lagi saya tekankan itu hanya untuk mengalihkan perhatian orang saat mendaki saja supaya tidak mempedulikan rasa lelah yang akan terasa.
Tetapi memang berkunjung ke sana akan lebih baik jika tujuannya adalah untuk wisata ziarah. Kita tetap tidak boleh berdoa dan minta pada para penghuni komplek makam untuk mendapatkan sesuatu dari sana. Kalau seperti ini sih sudah tergolong dalam kategori musryik yang tidak diperbolehkan.
Jadi sebenarnya berapa sih jumlah anak tangga di komplek imogiri itu ? Aduh… saya menghitung itu 398 buah, tapi yang lain kok ada yang ketemu 390, ada yang 385, wah bingung aku. Di internet ada yang nulis 504, ada yang cuma 300. Kalau kata beberapa juru kunci itu yang benar 409. OK kalau penasaran hitung saja sendiri ya.
Advertisement
Misteri Jumlah Anak Tangga Makam Imogiri Yogyakarta
|
Selasa, 23 Juli 2013
0 komentar:
Posting Komentar