Unsur kemiringan ini kemudian menabrak gunung dan bertemu dengan lapisan yang bertitik beku rendah (freezing level yang rendah) sehingga uap air mengembung dan membeku. "Sebagaimana yang terjadi di Pegunungan Dieng, hal ini bisa terjadi kalau angin yang mengalir terlalu kencang sehingga ada dorongan keatas," jelas Sriworo kepada Media Indonesia pada Jumat (16/8).
Dari pola angin yang membawa uap air atau kelembaban dan kemiringan Gunung Dieng dapat disimpulkan angin mengalir dari timur laut yang dari Jepara yang terletak di utara Semarang atau Laut Jawa kearah Gunung Dieng. Hal itu menyebabkan udara yang dibawa cukup lembap.
Terkait turunnya frost atau yang disebut penduduk setempat sebagai embun upas di Pegunungan Dieng, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Widada Sulistya mengatakan biasanya terjadi di Pegunungan dengan tinggi 2.000 meter atau lebih. Frost biasanya terjadi selama empat atau lima hari selama musim kemarau. "Terjadinya frost tidak selama musim kemarau, hanya beberapa hari atau setidaknya seminggu saja," jelasnya.
Waktu penanaman
Di Pegunungan Dieng yang sudah mengalami kemarau tanpa hujan selama 20 hari, udara akan sangat dingin pada malam hari. Hal ini terjadi karena atmosfer dalam keadaan bersih sehingga menyebabkan radiasi langsung tembus kesana.
"Frost bisa menyebabkan tanaman seperti kentang dan cabai mati karena kekeringan," urainya. Untuk mengantisipasi matinya tanaman, Widada mengatakan para petani biasanya melakukan penanaman lebih awal sebelum musim kemarau datang. Sehingga pada saat frost terjadi, usia tanaman sudah memasuki dua bulan. Usia ini cukup kuat saat menghadapi frost.
Disinggung mengenai cuaca ekstrem, ia mengatakan hal itu terjadi karena keadaan laut lebih panas dari biasanya sehingga menyebabkan suplai uap air ke udara lebih banyak. Hal ini membuat atmosfer menjadi lembap. Hal ini, lanjutnya, biasanya terjadi pada siang hari. Sementara pada malam hari udara akan menjadi sangat dingin.
Advertisement
Fenomena Frost di Dieng
|
Sabtu, 17 Agustus 2013
0 komentar:
Posting Komentar